Media-AnakNegeri — Raja Salman bin Abdulaziz dengan megahnya telah menyetujui pendistribusian 1,2 juta eksemplar Al-Qur’an dan tafsirnya dalam 79 bahasa ke berbagai pusat Islam, pusat budaya, serta kantor-kantor atase keagamaan di kedutaan besar Saudi di luar negeri.
Langkah ini, menurut pemerintah Saudi, bertujuan untuk menyebarkan pemahaman Islam dan memperkuat hubungan spiritual umat Muslim di seluruh dunia.
Namun, di balik langkah yang tampak mulia ini, muncul kritik tajam terhadap kebijakan Kerajaan Saudi yang dinilai bertolak belakang dengan ajaran Al-Qur’an yang mereka sebarkan.
Banyak pihak menilai bahwa keluarga kerajaan, terutama Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS), justru mengabaikan nilai-nilai Islam dalam kebijakan luar negerinya.
Menyebarkan Mushaf, Tapi Mengabaikan Perintah Allah?
Sejumlah ulama dan aktivis Muslim mempertanyakan kebijakan Saudi yang terlihat hanya berfokus pada simbolisme keagamaan tetapi mengabaikan kewajiban Islam yang lebih mendasar. Beberapa poin yang menuai kritik tajam antara lain:
1. Penindasan terhadap Ulama
Alih-alih menegakkan Islam secara menyeluruh, rezim MBS justru dikenal sebagai salah satu pemerintahan yang paling represif terhadap para ulama.
Sejumlah ulama besar yang vokal dalam menyerukan penerapan syariat Islam telah dipenjara, dibungkam, atau bahkan dihukum mati.
Ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin sebuah rezim yang mengklaim menyebarkan Islam malah membungkam para ulama yang mengajarkannya?
2. Membiarkan Gaza Kelaparan
Tragedi kemanusiaan di Gaza menjadi ujian besar bagi dunia Islam, termasuk Saudi. Namun, alih-alih bertindak tegas membela rakyat Palestina, pemerintah Saudi justru terkesan pasif.
Bahkan, laporan menunjukkan bahwa makanan dan barang-barang kebutuhan lainnya dengan mudah melewati wilayah Saudi menuju entitas Zionis, sementara rakyat Gaza menderita kelaparan dan pembantaian.
3. Menolak Mengirim Pasukan untuk Membebaskan Gaza
Islam dengan jelas memerintahkan kaum Muslim untuk membela saudara-saudara mereka yang tertindas. Namun, ketika Gaza membutuhkan bantuan militer nyata, Saudi memilih untuk tetap diam.
Tidak ada pasukan yang dikirim, tidak ada strategi pembebasan yang dicanangkan. Ini menunjukkan ketidaksesuaian antara klaim Saudi sebagai “pelayan dua tanah suci” dengan tindakan mereka yang justru membiarkan kezaliman berlanjut.
Parade Kemunafikan yang Nyaris Sempurna
Apa yang dilakukan oleh keluarga kerajaan Saudi ini dinilai banyak pihak sebagai bentuk kemunafikan yang hampir sempurna.
Mereka membagikan Al-Qur’an ke seluruh dunia, tetapi dalam kebijakan dan tindakan mereka, ajaran Al-Qur’an diabaikan. Ini bukan sekadar kelalaian, tetapi sebuah pengkhianatan terhadap amanah umat Islam.
Bagi umat Muslim yang sadar, ini adalah saatnya untuk mempertanyakan legitimasi takhta-takhta yang lebih mementingkan kekuasaan duniawi dibandingkan hukum Allah.
Sejarah Islam menunjukkan bahwa umat ini pernah dipimpin oleh seorang Khalifah yang memerintah berdasarkan syariat Islam.
Maka, alih-alih berharap pada penguasa yang tunduk pada Barat dan kepentingan duniawi, umat Islam harus mengupayakan kembali kepemimpinan yang sejati—seorang Khalifah yang menerapkan hukum Allah secara menyeluruh.
“Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Ma’idah: 44)
Semoga umat Islam segera mendapatkan pemimpin sejati yang berani menerapkan syariat Allah dan membela kaum Muslim tanpa tunduk pada kepentingan musuh-musuh Islam.
Eghi Wibowo