Pentingnya Menjaga Hubungan Baik Sesama Hamba Allah

oleh

Media-AnakNegeri // Lampung, 4 November 2024

قَالُوا يَا شُعَيْبُ مَا نَفْقَهُ كَثِيرًا مِمَّا تَقُولُ وَإِنَّا لَنَرَاكَ فِينَا ضَعِيفًا وَلَوْلَا رَهْطُكَ لَرَجَمْنَاكَ وَمَا أَنْتَ عَلَيْنَا بِعَزِيزٍ (هود:91)

“Mereka berkata: ‘Hai Syu’aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu, dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami; kalau tidaklah karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamupun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi kami.’” (QS. Hud: 91).

Dari kisah Nabi Syu’aib yang dilukiskan oleh Allah SWT dalam ayat di atas, kita bisa melihat betapa pentingnya bagi seorang da’i atau muslim untuk memiliki hubungan yang baik dengan siapa pun, baik dengan keluarganya maupun dengan orang-orang di sekitarnya, meskipun mereka adalah orang kafir yang dapat membelanya. Namun, tetap berpegang pada prinsip Laa Ilaaha Illallah yang tidak boleh berubah sedikit pun bagi orang yang beriman.

Pembelaan seperti ini tentu akan bermanfaat bagi dakwahnya. Tidak mungkin Rasulullah SAW mendapat perlindungan dari Abu Thalib jika beliau tidak menjaga hubungan baik dengan pamannya yang musyrik itu.

Peristiwa perlindungan oleh Al-Muth’im terjadi setelah Abu Thalib, paman Rasulullah SAW, wafat. Sebelumnya, Rasulullah SAW dengan suka rela menerima perlindungan dari Abu Thalib yang hingga akhir hayatnya tidak memeluk Islam.

Saat Abu Thalib juga memberikan perlindungan kepada Salamah bin ‘Abdil Asad RA, sekelompok orang dari Bani Makhzum datang kepadanya dan berkata, “Wahai Abu Thalib, engkau telah melindungi anak saudaramu Muhammad, mengapa kini engkau lindungi orang ini dari kami?” 

Abu Thalib menjawab, “Ia telah meminta perlindungan kepadaku, dan ia adalah anak saudara perempuanku. Bila aku tidak melindungi anak saudara perempuanku, maka aku juga tak akan melindungi anak saudara laki-lakiku.”

Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq RA hendak berhijrah ke Habasyah mengikuti saudara-saudaranya yang telah lebih dahulu hijrah, seorang tokoh musyrikin bernama Ibnu Ad-Daghinnah menemuinya dan memberikan perlindungan kepadanya sambil berkata, “Orang sepertimu tidak boleh keluar dan dikeluarkan dari Makkah.”

Bahkan Umar Al-Faruq pun mendapat perlindungan dari seorang musyrik bernama Al-‘Ash bin Wail As-Sahmi saat Quraisy mengetahui keislamannya.

Maka, tidak mungkin Al-Muth’im bin ‘Adi, Ibnu Ad-Daghinnah, dan Al-‘Ash bin Wail As-Sahmi bersedia memberikan perlindungan kepada Rasulullah SAW, Abu Bakar Ash-Shiddiq, dan Umar bin Khattab jika tidak ada hubungan muamalah yang baik di antara mereka.

Tidaklah penting bagi seorang da’i atau muslim untuk mengetahui apakah pembelaan itu karena faktor kekeluargaan, kesukuan, pertemanan, atau sebab lainnya. Yang jelas, perlindungan dan dukungan ini bermanfaat bagi sang da’i atau muslim dan secara otomatis menjadi maslahat bagi dakwahnya. 

Begitu pula, betapa pentingnya bagi suatu jamaah untuk memiliki hubungan muamalah yang baik dengan berbagai organisasi dan kelompok masyarakat, terutama di dalam negeri. Dengan muamalah yang baik ini, jamaah dapat lebih leluasa bergerak merealisasikan agenda dakwahnya dan mendapatkan pembelaan dari berbagai pihak yang telah merasakan baiknya hubungan tersebut.

Kita yakin bahwa sunnatullah pasti akan terulang kembali. Wallahu a’lam bish-shawab.

Penulis : Ustadz Supriono Hadi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *