Label Teroris yang Salah Pasang?

oleh

Media-AnakNegeri – Setiap berita tentang terorisme di TV, media cetak, atau online biasanya identik dengan jejeran ‘barang bukti’ seperti senjata api, baik organik (pabrikan) maupun rakitan, dan juga senjata tajam. Belakangan, di saat populernya olahraga panahan dalam semua jenis dan kategori, busur dan anak panah juga ikut meramaikan daftar barang bukti.

Kamera wartawan akan menyorot tajam buku-buku yang ditengarai memuat ajaran terorisme, handout kajian yang dianggap bernuansa radikalisme, buletin dengan konten kajian ‘ekstrim’, kaos-kaos bergambar jihad, kepingan CD yang berisi video jihad, hingga figura kaligrafi Arab tak luput dari sorotan, meskipun berisi surat Al-Fatihah atau ayat Kursi yang tak bersalah. Lebih miris lagi, Al-Qur’an, kitab suci umat Islam dengan populasi 1,5 miliar di muka bumi ini, kadang ikut dalam jejeran barang bukti di atas meja saat siaran berlangsung.

Dalam penggeledahan kantor Khilafatul Muslimin oleh pihak kepolisian, mata khalayak mungkin sibuk mencari-cari barang serupa sebagaimana yang mereka saksikan pada banyak momen penangkapan lainnya. Namun, sebagaimana pernyataan Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Endra Zulpan, penyidik pada penggeledahan kantor pusat Khilafatul Muslimin (Kamis, 9 Juni 2022) menemukan banyak buku dan dokumen. “Namun, secara garis besar isinya berkaitan dengan Khilafah, NII, serta ISIS,” ujarnya.

Pada penggeledahan berikutnya (Sabtu, 11 Juni 2022), yang mencengangkan justru ditemukannya uang tunai sebesar 2 miliar lebih dari brankas Khilafatul Muslimin. Dana yang sebenarnya wajar saja ada di kas kantor pusat sebuah organisasi, bahkan terlampau sedikit bila dibandingkan dengan organisasi lain di negeri ini yang sudah mapan secara finansial.

Sebagai warga Khilafatul Muslimin yang beberapa kali berkunjung ke kantor pusatnya, saya telah melihat begitu banyak buku di rak-rak umum maupun perpustakaan. Buku-buku di kantor pusat Khilafatul Muslimin tidak hanya berkaitan dengan Khilafah, NII, dan ISIS, tetapi juga buku fiqh ibadah, ilmu administrasi perkantoran, majalah, koran, dan lainnya. Sebagai organisasi Islam, tentu memiliki tradisi literasi sebagai cara membangun wawasan umat.

Tidak ada larangan bagi siapapun membaca buku apapun, karena negara juga tidak melarang perusahaan percetakan mencetak buku-buku tersebut atau mencabut izin percetakannya bila memang telah mencetak buku-buku yang dianggap tabu di negeri ini.

Sementara khalayak sibuk dengan berita tentang Khilafatul Muslimin yang menjadi trending topic selama beberapa hari, ternyata ada berita lain yang tak kalah heboh, yakni ditemukannya sejumlah bahan peledak TNT, senjata, dan peluru di sebuah rumah di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, milik seorang ibu berinisial DKH (Senin, 6 Juni 2022).

Penemuan yang berasal dari informasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) itu diungkapkan Kepala Bidang Humas Polda Jabar, Komisaris Besar Polisi Ibrahim Tompo. “Jadi memang kemarin ada laporan dari Kanit di BNPT yang menginformasikan adanya penemuan bahan peledak,” kata Ibrahim di Mapolda Jabar, Selasa (7 Juni 2022). “Dipastikan bahwa itu merupakan bahan-bahan peledak, seperti peluru, detonator, granat,” tambahnya sebagaimana ditulis Kompas.com (7 Juni 2022, 13:10 WIB).

Fakta tak terelakkan, karena bukti nyata penyimpanan barang-barang berbahaya yang hanya boleh ada di gudang militer tersebut justru ditemukan di rumah seorang sipil keturunan Tionghoa, sebagaimana tertera di papan depan bangunan: TANAH INI MILIK, DJIE KIAN HAN/INGRID. AKTE NO.40 TAHUN 1980, NOTARIS M. TAJDOEDDIN.

Dalam wawancara TVOne dengan Kombes Ibrahim Tompo, temuan ini terindikasi sebagai kepemilikan perorangan, tidak terkait dengan tindakan terorisme. Menurutnya, dari pengakuan pemilik rumah, rumah tersebut sempat ditempati oleh keponakannya yang berinisial SAF, namun pada Agustus 2021, yang bersangkutan sudah meninggal dunia. Artinya, ada jeda sekitar 10 bulan di mana rumah itu kosong hingga dilakukan renovasi.

Meminjam beberapa pertanyaan dari pemberitaan tentang terorisme sebelumnya, untuk kasus Bandung ini, berdasarkan alasan yang disampaikan oleh Kombes Ibrahim Tompo bahwa temuan ini terindikasi sebagai kepemilikan perorangan dan tidak terkait tindakan terorisme, pertanyaannya: Apa yang mereka ingin amankan dengan perlengkapan perang tersebut? Apakah menurut pemilik barang negara ini tidak aman? Dari mana mereka tahu? Apakah negara ini tidak memiliki petugas keamanan yang bisa dimintai bantuan? Apakah mereka tidak percaya dengan petugas keamanan TNI-Polri? Dari mana dan untuk apa semua barang itu?

Ini adalah PR yang tak boleh luput dari pantauan dan penyelesaian secara hukum dan keamanan, karena terkait dengan kewibawaan sebuah bangsa. Jangan sampai ini hanya seperti fenomena gunung es, di mana puncaknya tampak kecil sedangkan bagian yang tersembunyi jauh lebih besar dan membahayakan.

Beberapa pihak berandai-andai, kalau misalnya temuan senjata dan bahan peledak di Bandung itu terjadi di markas Khilafatul Muslimin, atau jika pemilik senjata api di Bandung adalah warga negara Indonesia asli dan merupakan muslim taat, apalagi warga Khilafatul Muslimin, bisa jadi stasiun TV dan krunya akan pindah ke Lampung dan Bandung, di depan kantor pusat Khilafatul Muslimin dan Jalan Asia Afrika Bandung, untuk menyajikan berita panas sepanjang hari tentang Khilafatul Muslimin sebagai ‘perencana tindakan teror secara masif’.

Karena berita buruk tentang Khilafatul Muslimin berpotensi menaikkan rating secara signifikan. Hari-hari para pemirsa akan melihat tayangan yang senada seirama, searah, dan sejalan, mengabaikan nama baik dan harga diri orang lain. Entah di mana dosa dan neraka itu berada.

Bila kita konsisten dengan pelabelan dan kriteria, maka label yang sempat disematkan kepada Khilafatul Muslimin sebagai organisasi yang terindikasi ‘teroris’, memang tidak cocok. Alat kelengkapan tindakan terorisme justru ditemukan dalam temuan di Bandung.

Tak mengherankan jika BNPT dalam rilisnya (20 Juni 2022) menepis tuduhan atas Khilafatul Muslimin dengan keterangan baru: “BUKAN ORGANISASI TERORIS”. Dan karena ciri pelaku teror dengan bukti fisik yang nyata tidak terkoneksi dengan keislaman, kata-kata Khilafah sebagai ajaran Islam, Khilafatul Muslimin yang di kantornya hanya ditemukan buku-buku dan sejumlah uang, maka tidak berlebihan bila dikatakan bahwa dalam hal ini ada label yang salah pasang.

Wallahu a’lam!

[La Rangga Bimantara – Warga Khilafatul Muslimin]

Response (1)

  1. Maklum karena proyek anggaran teroris besar.. Maka jika tdk ada yang Teroris maka dibuatkan orangnya.. Sehingga bisa dapat proyek anggaran teroris

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *