Media-AnakNegeri — Dunia Arab kembali menyaksikan sebuah ironi yang menyakitkan. Ketika Zionis membombardir Lebanon, menghancurkan kota-kota, membunuh rakyat sipil, bahkan menghabisi tentara Lebanon sendiri—militer negeri itu tetap diam. Tak ada serangan balasan, tak ada operasi militer untuk membela kehormatan negara.
Namun, begitu ada pergerakan dari kelompok yang berafiliasi dengan Iran, tentara Lebanon mendadak bangkit. Mereka yang selama ini “tertidur” kini berubah menjadi pasukan yang sigap dan agresif.
Ke mana keberanian mereka saat Zionis merajalela?
Ketika Zionis Menyerang, Mereka “Netral”
Di bawah dalih “netralitas,” Lebanon memilih sikap pasif saat Israel melancarkan agresinya. Seakan-akan, membiarkan negeri mereka dihancurkan lebih dapat diterima dibandingkan mengambil risiko menghadapi Zionis.
Tapi lihat sekarang: begitu ada sedikit gesekan dengan kelompok-kelompok pro-Iran, tentara Lebanon mendadak menjadi tentara paling sigap di Timur Tengah. Seolah-olah ancaman terbesar bagi negeri ini bukan datang dari penjajah yang nyata, melainkan dari sesama Muslim yang berbeda kubu politik.
Ini bukan lagi sekadar dilema politik, ini adalah bukti nyata dari standar ganda yang mencolok.
Suriah: Ujian Ketulusan atau Bukti Kemunafikan?
Lebanon bukan satu-satunya contoh dalam skenario ini. Di Suriah, hal yang sama terjadi. Israel telah berkali-kali menyerang fasilitas militer Suriah, menghancurkan pangkalan udara, membunuh warga, dan merusak infrastruktur negeri itu. Tetapi apa reaksi negara-negara Arab?
Nyaris tidak ada.
Namun, ketika ada sedikit pergerakan dari kelompok yang berafiliasi dengan Iran, Lebanon dan beberapa negara Arab lainnya langsung bereaksi dengan kekuatan penuh.
Mengapa begitu agresif menghadapi sesama Muslim, tetapi diam saat Zionis berbuat sesuka hati?
Ini adalah pengkhianatan terhadap Palestina, pengkhianatan terhadap dunia Islam, dan yang lebih parah lagi, pengkhianatan terhadap harga diri mereka sendiri.
Siapa Musuh Sejati?
Seharusnya, dunia Islam tidak perlu bingung siapa musuh sebenarnya. Israel telah mencaplok Palestina sejak puluhan tahun lalu. Mereka menghancurkan rumah-rumah, membunuh anak-anak, dan mengusir warga Palestina dari tanah mereka sendiri.
Tetapi anehnya, ketika berhadapan dengan penjajah sejati, banyak negara Arab justru memilih diam.
Lebanon, yang negaranya sendiri pernah dihancurkan oleh Israel, justru lebih nyaman menyerang kelompok yang berada di kubu Iran daripada menghadapi Zionis secara langsung.
Mengapa keberanian mereka hanya muncul dalam perang saudara?
Ketika kelompok perlawanan Palestina membutuhkan bantuan, mereka tidak bergerak. Tetapi ketika ada sedikit perbedaan kepentingan di antara sesama Muslim, mereka langsung bersiap tempur.
Ini adalah standar ganda yang telah mengakar.
Masa Depan Lebanon dan Dunia Arab
Jika pola ini terus berlanjut, dunia Islam akan semakin terpecah-belah.
Bukannya bersatu menghadapi penjajah sejati, mereka malah sibuk bertikai dengan saudara Muslimnya sendiri.
Ketika tentara Lebanon menembakkan senjatanya ke arah yang salah, mereka bukan hanya mengkhianati saudara Muslimnya—mereka juga mengkhianati masa depan negaranya sendiri.
Dunia akan mencatat, siapa yang benar-benar berjuang untuk kehormatan Islam, dan siapa yang justru menjadi alat bagi kekuatan asing yang ingin terus memecah belah umat.
Sejarah tidak akan melupakan siapa yang berdiri melawan Zionis, dan siapa yang sibuk menembaki saudaranya sendiri.
Eghi Wibowo