Media-AnakNegeri // Bandar Lampung – “Plank Khilafatul Muslimin kami pasang bukan untuk mendirikan negara, tetapi sebagai komitmen kami untuk mengajak umat Islam bersatu dalam sistem khilafah,” ungkap salah seorang warga Khilafatul Muslimin ketika ditanya tentang berbagai tanggapan terkait berdirinya kembali plank tersebut. Ia melanjutkan, “Pemasangan ini adalah bagian dari ibadah dan syiar, mengingatkan umat Islam tentang pentingnya konsep khilafah, yang sering disalahpahami.”
“Banyak yang mengira khilafah adalah sebuah negara yang harus memiliki kekuasaan atau wilayah. Jadi, ketika ada kaum Muslimin yang menjalankan khilafah tanpa kekuasaan, mereka langsung disebut sebagai ‘khilafah abal-abal’, ‘khilafah ketoprak’, atau ‘khilafah palsu’, tambahnya”.
Tentu, fenomena pemasangan kembali plank Khilafatul Muslimin memancing reaksi beragam di masyarakat. Beberapa melihatnya sebagai bentuk syiar, meski belum sepakat sepenuhnya dengan metode penegakan khilafah versi kelompok ini. Namun, sebagian lainnya khawatir bahwa gerakan ini memicu potensi perpecahan, intoleransi, hingga dianggap mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Khilafatul Muslimin memiliki pemahaman yang berbeda terkait konsep khilafah dibanding pandangan umum. Bagi banyak orang, khilafah sering diasosiasikan dengan negara Islam. Dalam pandangan Khilafatul Muslimin, khilafah bukanlah soal negara teritorial, melainkan sebuah jama’ah, sebuah persatuan umat beriman di bawah pimpinan seorang khalifah atau Amirul Mu’minin. Syekh Abdul Qodir Hasan Baraja, pimpinan Khilafatul Muslimin, menegaskan bahwa khilafah adalah bentuk persatuan umat Islam yang wajib, dengan atau tanpa kekuasaan teritorial.
Menurut pemahaman ini, Islam menekankan pentingnya umat untuk bersatu, bukan hanya dalam praktik ibadah, tapi juga dalam kepemimpinan. Dalam sejarahnya, setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, kepemimpinan umat Islam dilanjutkan oleh para khalifah, dan sistem persatuan ini yang disebut sebagai khilafah. Berpecah belah dalam Islam adalah tindakan yang dilarang oleh Allah, bahkan dihukumi sebagai syirik.
Pro dan Kontra mulai bermunculan di tengah masyarakat, Antara Syiar dan Kekhawatiran. Masyarakat yang mendukung pemasangan plank ini menganggapnya sebagai bagian dari syiar yang mengingatkan umat Islam akan ajaran persatuan dalam khilafah. Bagi mereka, seruan untuk bersatu ini adalah ajakan kebaikan di tengah perpecahan yang sering terjadi dalam masyarakat Islam.
Namun, di sisi lain, sebagian masyarakat khawatir akan dampak negatif yang mungkin ditimbulkan. Konsep khilafah yang dikampanyekan Khilafatul Muslimin dianggap berpotensi menumbuhkan bibit-bibit intoleransi, radikalisme, hingga terorisme. Mereka mencemaskan bahwa kampanye khilafah ini mengarah pada gagasan membentuk negara dalam negara, yang dapat mengganggu stabilitas dan persatuan bangsa.
Opini yang di bawah oleh Khilafatul Muslimin, itu Persatuan Umat Islam atau Ancaman?
Melihat kembali sejarah Islam, memang benar bahwa konsep khilafah sudah lama menjadi bagian penting dari peradaban Islam. Namun, interpretasi dan penerapannya harus disesuaikan dengan kondisi zaman dan tempat. Dalam konteks modern, pertanyaan besar muncul: apakah khilafah yang dipahami oleh Khilafatul Muslimin relevan dengan realitas bangsa Indonesia yang plural dan berlandaskan Pancasila?
Pemasangan plank Khilafatul Muslimin membawa kita pada diskusi mendalam mengenai konsep khilafah dan relevansinya di era modern. Di satu sisi, ia merupakan bagian dari syiar Islam yang menyerukan persatuan. Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa pendekatan yang kurang inklusif bisa memicu perpecahan dan memancing konflik di tengah masyarakat.
Apa pun pandangan kita, satu hal yang pasti: umat Islam harus terus berusaha untuk bersatu, bukan dengan cara memaksakan satu sistem tertentu, tapi dengan saling menghormati perbedaan dan bekerja sama dalam kebaikan. Semoga kita bisa mencapai persatuan yang mendatangkan rahmat Allah, bukan perpecahan yang membawa adzab.(M. Tohir)
Alhamdulillah ,,