Harapan Tegaknya Khilafah di Serambi Mekah

oleh

Adalah Syekh Nuruddin ar-Raniri dalam kitabnya “Bustanul Salatin” (1636) yang menyatakan bahwa Aceh adalah “Serambi Mekkah Allah yang Maha Mulia”. Nama ini dicetuskan oleh beliau bukan tanpa alasan. Sebab Aceh adalah pusat awal peradaban Islam di Bumi Nusantara. Aceh adalah wilayah pertama yang menerima Islam. Bahkan Aceh pernah menjadi pusat Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan Islam yang sangat maju pada zamannya.

Peran penting kerajaan Islam di Aceh seperti Peureulak dan Samudra Pasai sebagai perpanjangan tangan Kekhalifahan Islam di turki untuk Nusantara dalam menyebarkan dakwah Islam sangatlah signifikan. Kerajaan Aceh telah mendapatkan pengakuan dari Syarif Makkah atas nama Khalifah di turki, untuk berperan sebagai “Pelindung” bagi kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Aceh juga menjadi tempat transit dan pembekalan ilmu Agama bagi para calon Jama’ah Haji dari Nusantara yang akan pergi ke Makkah.

Kerajaan Islam Pertama di Aceh Samudra Pasai

Sejarah Aceh telah tertulis dengan tinta emas dalam buku peradaban Islam, khususnya di Nusantara. Maka tidak mengherankan jika dalam persoalan Agama Islam, Aceh memiliki banyak keunggulan di bandingkan dengan wilayah lain di Nusantara. sampai hari ini, Aceh selangkah lebih maju dibandingkan dengan wilayah lain, salah satunya adalah ketika kita berbicara persoalan penegakan syari’at yang menjadi dambaan setiap muslim dan mukmin, Aceh telah memiliki legalitas dan pengakuan dari Dunia.

Ditengah keterpurukan ummat Islam di Nusantara, serta melemahnya peran Agama dalam mengatur kehidupan ummat manusia, membuka lembaran sejarah peradaban Islam di Nusantara khusus Aceh telah memberikan secercah harapan, bahwa masa depan Islam dengan misi Rahmatan Lil ‘aalamiin akan mungkin hadir kembali memenuhi bumi Nusantara dengan cahaya keadilan dan harapan kesejahteraan bagi seluruh ummat Manusia.

Berbicara Tegaknya Agama Islam (Iqomatuddien) secara praktis adalah berbicara tentang hadirnya kembali institusi Kekhalifahan Islam sebagai pusat pengendali serta pelaksanaan syariat Allah. Institusi yang telah hilang keberadaan-nya lebih dari 100 tahun sejak runtuhnya kekhalifahan Islam Turki Utsmani tahun 1924M.

Lebih dari 2 Generasi, ummat Islam tidak berada dalam satu kesatuan kaum Muslimin secara Global (dalam institusi Kekhalifahan Islam) telah menyebabkan ummat sudah mulai lupa terhadap ajaran-Nya. Kewajiban Iqomatuddien yang menjadi misi para Rasul dan Nabi Allah telah mulai ditinggalkan, terlena dengan hiruk pikuk dan gemerlapnya kehidupan dunia. Rasulullah SAW menyebutnya dengan istilah “Wahn”.

Ditengah semua realitas kehidupan ummat Islam saat ini, Nubuwwat Rasulullah telah sampai kepada kita, bahwa diakhir zaman nanti akan datang kembali masa “Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah”. Masa dimana pada puncaknya, bumi ini seluruhnya dipenuhi dengan cahaya keadilan Islam serta kehidupan sejahtera lahir dan batin seluruh ummat manusia. Hal inilah yang menjadi energi penyemangat bagi kita ummat Islam untuk berjuang, ikut mengambil peran kepeloporan bagi tegaknya kembali khilafah ‘ala minhajin nubuwwah.

Keyakinan akan kebenaran nubuwwah Rasulullah SAW, serta harapan akan balasan surga-Nya yang luasnya seluas langit dan bumi, semestinya menjadikan setiap Muslim dan Mukmin berupaya maksimal, dalam Iqomatuddien. Termasuk menggali kembali sejarah gemilang peradaban di bumi Nusantara dengan Aceh sebagai pusat peradaban-nya. Bukan tidak mustahil, ketika Allah berkehendak, kejayaan peradaban Islam itu akan kembali hadir ditengah-tengah kita, dimulai dari serambi Mekah Aceh.

Aceh, 6 Rabiul Akhir 1447H
The journey of Dakwah fisabilillah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *