Media-AnakNegeri // Bandar Lampung – Warga Kelurahan Rawa Laut, Kecamatan Enggal, Kota Bandar Lampung, menggelar rembuk warga membahas keberadaan Base Transceiver Station (BTS) Telkomsel yang dipasang di menara Masjid Taufiqurrahman, Jalan KH Mas Mansyur. Rembuk ini dihadiri oleh pihak vendor, kontraktor, kepala lingkungan (kaling), ketua RT, dan pengurus masjid yang terdiri dari KSB (Ketua, Sekretaris, Bendahara) pada Rabu, 25 Desember 2024.
Ketua Masjid Taufiqurrahman, Zainal Abidin, menyampaikan dalam forum tersebut bahwa ia telah memberikan izin kepada pihak vendor Telkomsel untuk memasang BTS di menara masjid. Hal ini diketahui oleh kaling dan RT di sekitar lingkungan masjid, yaitu Lingkungan 01-07.

Menurut Zainal, pemasangan BTS tersebut melibatkan kontrak kerja sama dengan nilai Rp24 juta yang langsung masuk ke rekening masjid. Dana tersebut merupakan pembayaran untuk kontrak selama lima tahun.
Selain itu, ada juga pembayaran bulanan sebesar Rp2 juta, dan kontrak ini berlaku selama sepuluh tahun. Pembayaran tahap kedua akan dilakukan setelah lima tahun berikutnya.
“Uang hasil kontrak ini digunakan untuk biaya operasional kegiatan masjid dan membayar iuran listrik,” jelas Zainal.
Namun, tidak semua warga sepakat. Jimy, salah satu warga yang hadir, menyampaikan keberatannya. Menurutnya, Masjid Taufiqurrahman memiliki nilai sejarah sebagai monumen yang dibangun dengan menara untuk menentukan waktu salat.
“Sebagai warga, saya merasa terganggu jika alasan pemasangan BTS ini hanya untuk membayar listrik. Seolah-olah warga di sekitar masjid tidak mampu membayar biaya tersebut,” ungkap Jimy.
Julian, warga lain, menambahkan bahwa pertemuan warga ini diadakan karena adanya keresahan terkait pemasangan BTS di menara masjid. “Kami ingin tahu cerita dan izin pemasangan BTS ini,” katanya.
Sementara itu, Riski, perwakilan dari pihak vendor Telkomsel, menjelaskan bahwa titik koordinat yang ditentukan Telkomsel memang berada di Masjid Taufiqurrahman. “Sebelumnya, kami pernah memasang BTS di lokasi lain, tetapi kontraknya sudah selesai.
Karena itu, kami mencari lokasi baru, dan masjid ini menjadi pilihan. Pendekatan yang kami lakukan murni inisiatif, dan kami tidak meminta izin resmi kepada seluruh warga karena sifatnya berbeda dengan pembangunan tower berkaki,” ujar Riski.
Pernyataan pihak vendor yang mengakui tidak adanya izin resmi dari warga memicu kericuhan. Warga merasa tidak dilibatkan dalam keputusan ini.
Ketua Masjid Taufiqurrahman mencoba meredakan situasi dengan menyatakan bahwa permasalahan ini terjadi akibat miskomunikasi antara RT dan warga.
Meski demikian, rembuk warga berakhir tanpa kesepakatan. Warga tetap meminta agar BTS di menara masjid diturunkan. Ketua Masjid Taufiqurrahman berusaha mendamaikan pihak-pihak yang terlibat, tetapi pertemuan tersebut berakhir buntu.
Eghi Wibowo